IMG-20220823-WA0146-37249621
Kabar Populer

Pernyataan Mahfud Md soal Kasus Ferdy Sambo: dari Skenario Pembunuhan hingga ‘Kerajaan’ di Mabes

Jakarta | Ketua Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Mahfud Md, menceritakan seluruh perjalanan kasus dugaan pembunuhan terhadap Brigadir J oleh Inspektur Jenderal Ferdy Sambo yang ditelusuri Kompolnas.

Mahfud yang juga menjabat sebagai Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan mengungkapkan penelusuran kasus ini hingga terungkap para tersangkanya saat rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR, Senin, 22 Agustus 2022.

Berikut ini pernyataan yang dia lontarkan ihwal kasus pembunuhan Brigadir J di hadapan para politikus di Gedung DPR:

Mahfud mengaku sejak awal tidak percaya mengenai skenario awal matinya Brigadir J di rumah dinas Sambo akibat tembak menembak dam kasus pelecehan seksual. Saat itu, dia mengatakan dirinya masih berada di Arab Saudi namun sudah menjalin komunikasi dengan berbagai pihak untuk mencari tahu kronologis kematia Brigadir J.

“Tidak masuk akal, yang diumumkan oleh Polri. Antara penjelasan dari fakta ke fakta itu kaitan sebab akibatnya tidak jelas. Kalau hukum pidana kan harus ada, kalau ini, ke ini, dan seterusnya, ini enggak masuk akal,” kata dia.

Mahfud mengaku juga sempat mempertanyakan keraguan masyarakat terhadap Kompolnas dan Komnas HAM yang pada awal-awal kasus melontarkan pernyataan yang dianggap seperti sudah disetir oleh Sambo. Sebab, ikut mengamini skenario kasus tewasnya Brigadir J karena tembak menembak.

Saat mempertanyakan kredibilitas dua institusi itu dalam kasus ini pada tahap awal, dia baru mengetahui bahwa anggota Kompolnas Poengky Indarti dan Komisioner Komnas HAM Choirul Anam sempat ditemui Sambo. Keduanya diajak bicara oleh Sambo dengan terus mengatakan bahwa dia telah dizolimi serta istrinya dilecehkan.

“Terus dia hanya nangis aja bilang Mba Poengky saya dizolimi, istri saya dilecehkan, kalau saya ada di sana saya tembak sendiri dia, kata Mba Poengky ini, sudah ada kata tembak sendiri. Saya dengar kemudian dari Komnas HAM juga, siapa? Choirul Anam,” kata Mahfud.

Mahfud mengaku juga mencari sumber informasi dari pihak ketiga. Akhirnya dia merasa sudah mendapatkan keterangan yang jelas bahwa kasus ini bukan akibat tembak menembak semata, melainkan akibat pembunuhan yang direncanakan. Karenanya dia mengaku mulai bersuara ke publik agar kasus ini tidak berhenti.

“Kita menjadi sadar bahwa sebenarnya kalau perkara ini tidak diteriaki hanya 2 kemungkinannya, 1 ini menjadi perkara yang tidak bisa dibuka sehingga ditutup, tapi kemungkinan kedua perkara distop karena ini persoalan pelecehan dan yang melecehkan sudah mati,” kata dia.

Suara itu di antaranya dia menyampaikan adanya 3 tersangka dalam kasus pembunuhan Brigadir J ini. Jumlah tersangka ini berbeda dengan yang diumumkan polisi. Namun, kemudian jumlah tersangka itu diklarifikasi langsung oleh Kapolri dan disesuaikan jumlahnya sesuai fakta penyidikan.

“Waktu saya di MK (Mahkamah Konstitusi) juga begitu dulu. Kalau orang enggak bisa mengungkap saya buka aja. Saya menganggap itu penting, karena kadang kala orang enggak muncul,” ujar Mahfud.

Setelah kasus itu terus berjalan hingga akhirnya ditetapkan para tersangka yang terlibat dalam kasus pembunuhan ini, termasuk Sambo, oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Mahfud mengatakan, kerja Kompolnas sudah selesai.

“Saat itu saya sudah nyatakan selesai tugas kami dan saya ikuti pendapat Pak Sahroni ya, yang mengatakan, kita berhenti, rasanya saya sesudah peristiwa itu enggak pernah ngomong lagi karena saya ikut bapak,” kata Mahfud.

Mahfud mengaku tidak pernah mendapatkan bocoran mengenai motif pembunuhan Brigadir J oleh Sambo dari para penyidik di Mabes Polri. Kata dia motif sepatutnya dijelaskan oleh penyidik dan diungkap secara terang benderang di persidangan. Dia berpendapat juga motif ini tidak seharusnya ditutup-tutupi.

Ihwal dirinya pernah menyebut motif pembunuhan hanya konsumsi dewasa, Mahfud menjelaskan, itu karena banyaknya simpang siur yang muncul di publik, mulai dari karena adanya pelecehan seksual, hingga pemerkosaan. Tapi dia mengatakan tak akan berbicara motif.

“Kan di masyarakat sudah banyak, ada misalnya kalau pelecehan seksual itu kan macam-macam, ada di koran, cinta segi-segian, ada katanya perkosaan di Magelang. Itu banyak sekali biar polisi yang konstruksi mana yang benar mana yang tidak, saya enggak pernah dapat bocoran tentang itu,” kata Mahfud.

Di luar kasus itu, Mahfud mengaku mendapatkan informasi juga dari para senior Polri hingga mantan kapolri bahwa Sambo memiliki kekuasaan yang kuat di Mabes Polri sehingga menyerupai sebuah kerajaan tersendiri, yaitu mabes di dalam mabes.

Tapi, Mahfud menjelaskan, kerajaan yang diketahuinya ini tidak seperti yang beredar di masyarakat ihwal diagram konsorsium 303 yang mengurusi pembagian keuntungan dari judi oleh Sambo hingga narkoba. Melainkan kerajaan Sambo untuk mengurus perkara di kepolisian.

“Yang saya katakan itu loh divisi propam 1 bintang 2 kepalanya, lalu di bawahnya itu bironya ada biro 3 bintang 1. Setiap biro ini kalau dia memeriksa produknya harus diputus Pak Sambo, kalau dia menyelidiki harus Pak Sambo juga, kalau dia menghukum Pak Sambo juga, kenapa ini tidak dipisah saja kayak trias politika ini,” ucap Mahfud.

Mahfud membantah sejumlah tudingan yang menyematkan namanya dalam pernyataan di kasus ini, salah satunya soal keterlibatan Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Fadil Imran dalam kasus Sambo. Kata dia, itu tidak benar dan dia ragu Kapolda ikut ditangkap.

“Enggak terfikir Kapolda Metro Jaya bagian dari itu, saya berfikir terus terang dia kena prank juga ketika peluk nangis itu dalam pikiran saya mungkin sama dibisikin saya dizolimin bang, sehingga dipeluk-peluk gitu, dalam pikiran saya. Saya menduga kena prank juga seperti Kompolnas, Komnas HAM, dan sebuah Pimred televisi besar itu,” ucap dia.

Terakhir, Mahfud mengaku mendapat setumpuk dokumen laporan di Kompolnas dari para pejabat tinggi polri yang aktif maupun yang sudah purnawirawan soal permasalahan di instansi tersebut seiring dengan munculnya kasus Sambo. Tapi, dia memastikan tidak akan menyatukan permasalahan ini dalam satu kasus.

Kompolnas kata dia sudah sepakat tidak menarik hal-hal lain yang menjadi permasalahan polri, seperti dugaan bisnis judi hingga narkoba, ke dalam kasus Ferdy Sambo. Tapi dia memastikan, perbaikan polisi sebagai institusi ke depannya akan terus dilakukan setelah kasus ini dengan melibatkan banyak pihak.

“Ini tanggung jawab kita bersama, sehingga saya ingin menutup ini dengan mengutip dan memodifikasi apa yang sudah dikatakan ilmuan Islam Ibnu Taimiyah. 60 tahun kamu punya polisi yang jelek jauh lebih daripada 1 malam saja tidak ada polisi. 1 malam saja paginya sudah hilang negara itu, oleh sebab itu kita kembalikan polisi itu lebih baik,” kata dia.

 

Reporter : Arifin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *